Pidato Dedi Mulyadi Mengguncang DPRD Jabar: Kritik, Solusi, dan Ajak Walk Out Bersama

Daerah, Jabar486 Dilihat

Indocorners.com| Jabar,Pidato Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi dalam rapat paripurna DPRD Jabar menuai sorotan. Dalam orasinya yang penuh semangat, ia menyampaikan kritik, solusi, dan bahkan menyentil anggota dewan hingga mengajak walk out bersama demi kepentingan rakyat.

Bandung, Update Nusantara — Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi kembali mencuri perhatian publik lewat pidatonya yang berapi-api di hadapan DPRD Jawa Barat pada Jumat (tanggal lengkap). Dalam forum resmi tersebut, Dedi membuka pidato dengan gaya khasnya yang santai dan penuh sindiran halus kepada para politisi.

“Saya tahu kontrak media Pak Ono sudah banyak,” sindirnya sambil tertawa, menandai pembuka pidato yang tak biasa.

Namun isi pidato segera beralih ke hal-hal serius: Dedi menyampaikan apresiasi kepada Kejaksaan Agung yang menindak kasus dugaan penyimpangan kredit sebesar Rp600 miliar tanpa agunan oleh mantan pejabat BJB. Ia menegaskan bahwa koreksi telah dilakukan melalui RUPS BJB dan memastikan kasus ini tak mengganggu stabilitas keuangan daerah.

Tak hanya itu, Dedi menyoroti banyak persoalan mendasar di Jawa Barat, seperti:

Tingginya angka kemiskinan, yang menurutnya tidak hanya akibat rendahnya pendapatan, tetapi juga karena biaya hidup yang terus meningkat, terutama dalam sektor pendidikan.

Alih fungsi lahan dan kerusakan lingkungan, yang disebutnya sebagai penyebab utama musibah dan penurunan sumber daya alam.

Problem pendidikan, di mana meski sekolah dinyatakan gratis, namun biaya seragam dan konsumsi tetap menjadi beban berat bagi warga miskin.

Kelemahan sistem perizinan investasi, yang membuat banyak pabrik menunda operasional, seperti kasus pabrik sepatu di Indramayu.

Tingginya harga tanah, yang menghambat ekspansi industri seperti BYD karena warga menaikkan harga secara drastis.

Dedi juga menyampaikan perlunya integrasi antara pembangunan provinsi, kabupaten/kota, dan desa, termasuk pemetaan lokasi kemiskinan dan infrastruktur bermasalah hingga ke tingkat desa.

Dengan suara yang meninggi, ia menegaskan bahwa aksinya yang sering viral, seperti operasi tambang liar, adalah langkah taktis, bukan pencitraan. “Kalau saya rapat duluan, besoknya tambang udah kosong,” sindirnya.

Di akhir pidatonya, Dedi Mulyadi sempat menyentuh aspek emosional, dengan kisah anak-anak dari keluarga miskin yang kini tinggal di rumah dinas Gubernur setelah tak dijemput orang tuanya. Ia mengajak seluruh pihak untuk berpikir layaknya “ketua RT dan kepala desa”, bukan sekadar pejabat struktural.

“Saya tidak hanya gubernur, saya bisa jadi ketua RW kalau itu membuat rakyat lebih dekat dan didengar,” tutupnya, disambut tepuk tangan di ruang sidang.**

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *