Indocorners.com|Jakarta,Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil istri mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL), yakni Hajja Ulie Ayun Sri Syahrul (HUA), untuk diperiksa dalam penyidikan kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menjerat suaminya.
“Ya benar, pemanggilan pemeriksaan atas nama HUA, swasta,” kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, kepada awak media, Selasa (4/11/2025).
Menurut Budi, pemeriksaan terhadap HUA dilakukan untuk mendalami aliran dana dan aset-aset yang diduga berasal dari hasil korupsi SYL selama menjabat sebagai Menteri Pertanian.
KPK Panggil Sejumlah Pihak Lain
Selain HUA, KPK juga memanggil sejumlah pihak lain yang diyakini mengetahui atau memiliki informasi terkait dugaan pencucian uang tersebut. Mereka antara lain Dhirgaraya Santo (swasta), Asridah Ibnu (Pejabat Pembuat Akta Tanah/PPAT), Sri Hartini Widjaja (PPAT), Earli Fransiska Leman (PPAT), Ichwan Ismail (PPAT), Niny Savitry, Yanto Masui, Adolvina Supriyadi, dan Wahyu Tri Laksono, seluruhnya dari unsur swasta.
Budi menjelaskan, para saksi tersebut tidak diperiksa di Gedung Merah Putih KPK Jakarta, melainkan di Kantor BPK Sulawesi Selatan, untuk mempermudah proses pemeriksaan.
“Mereka dipanggil dan pemeriksaan dilakukan di BPK Sulawesi Selatan,” jelasnya.
Namun, Budi belum memerinci sejauh mana keterkaitan para saksi dengan kasus dugaan TPPU yang menyeret SYL.
Lanjutan dari Kasus Korupsi SYL
Pemanggilan ini menjadi bagian dari pengembangan kasus besar yang menjerat SYL. Sebelumnya, mantan Menteri Pertanian era Presiden Joko Widodo itu telah divonis bersalah dalam kasus korupsi di lingkungan Kementerian Pertanian untuk periode 2020–2023.
Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat menjatuhkan vonis 10 tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider 4 bulan kurungan kepada SYL. Ia juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp14,14 miliar dan 30.000 dolar AS subsider 2 tahun penjara.
Namun, vonis tersebut kemudian diperberat oleh Pengadilan Tinggi Jakarta menjadi 12 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 4 bulan kurungan, serta uang pengganti mencapai Rp44,26 miliar dan 30.000 dolar AS.
SYL sempat mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA), tetapi permohonannya ditolak. Dalam amar putusannya, majelis hakim MA menegaskan bahwa SYL terbukti melakukan pemerasan dan gratifikasi senilai Rp44,5 miliar di Kementerian Pertanian.
Modus dan Dugaan Aliran Dana
Dalam perkara pokoknya, SYL dinilai menggunakan jabatannya untuk memeras pejabat di Kementerian Pertanian, bekerja sama dengan Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian Kasdi Subagyono dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Muhammad Hatta.
Keduanya berperan sebagai koordinator dalam pengumpulan uang dari para pejabat eselon I dan staf di bawahnya untuk membiayai kebutuhan pribadi serta keluarga SYL, termasuk pengeluaran rumah tangga dan kegiatan pribadi yang tidak berkaitan dengan tugas kedinasan.
KPK menduga, sebagian uang hasil pemerasan itu kemudian dialihkan ke berbagai bentuk aset yang kini ditelusuri melalui penyidikan TPPU. Pemeriksaan terhadap Hajja Ulie Ayun Sri Syahrul diyakini penting untuk mengungkap aliran dana yang melibatkan pihak keluarga dan pembelian aset atas nama lain.
Proses Hukum Berlanjut
Hingga kini, KPK masih menelusuri dugaan pencucian uang yang dilakukan SYL selama menjabat di Kementerian Pertanian. Budi Prasetyo menegaskan, lembaganya akan memeriksa seluruh pihak yang diduga mengetahui ataupun menikmati hasil kejahatan tersebut.
“KPK memastikan proses penyidikan TPPU SYL tetap berjalan sesuai prosedur. Setiap pihak yang terlibat atau memiliki informasi relevan akan dimintai keterangan,” kata Budi.
Kasus SYL menjadi salah satu perkara besar yang tengah disorot publik karena menyeret pejabat tinggi kementerian, sejumlah pejabat daerah, hingga pihak keluarga dalam jejaring dugaan korupsi dan pencucian uang.(Re)






