Bogor – Indocorners.Com – Sejumlah awak media mempertanyakan temuan BPK kepada Kadis DLH Kota Bogor , Denni Wismanto, SE.MM, pekan lalu saat berkunjung ke Dinas Lingkungan Hidup ( DLH ) untuk mempertanggung jawaban hasil temuan BPK mengenai kerugian keuangan Daerah Kota Bogor, lebih dari dua miliar.
Pertanyaan awak media tersebut dijawab dengan cara sederhana, bahwa temuan tersebut kan sudah dilakukan Demo, dengan tuduhan berbagai macam yang disuarakan oleh para pendemo, ungkap Denni, dan dikatakan itu sudah menjadi rahasia umum, menurut Denni, selaku Kadis DLH.Kota Bogor.
Diduga DLH Kota Bogor ada keterlibatan dengan mantan walikota Bogor, telah melakukan pelanggaran yang merugikan Keuangan Daerah lebih dari Rp 2,1 Miliar pada tahun 2023, hal tersebut mengundang reaksi Ketua BPI KPNPA RI Bogor Raya, karena ini merupakan pelanggaran serius, yang harus dipertanggung jawabkan.
Menurut Rizwan Rismanto, ini fakta yang terungkap dalam hasil Audit Badan Pemeriksa Keuangan ( BPK ) penyimpangan dalam hal pengelolaan belanja Bahan Bakar Minyak ( BBM ) termasuk uang pemeliharaan kendaraan dan retribusi sampah, ungkap Rizwan Rismanto.
Ketua Badan Peneliti Independen Kekayaan Penyelenggara Negara dan Pengawas Anggaran Republik Indonesia (BPI KPNPA RI) Bogor Raya, Rizwan Riswanto, bahwa praktik tersebut tidak hanya mencoreng integritas pengelolaan anggaran, telah melanggar sejumlah ketentuan hukum, termasuk Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
Menyikapi hal tersebut, Razwan menjelaskan bahwa DLH Kota Bogor menunjukan lemahnya pengawasan internal dan potensi moral dalam pengelolaan anggaran publik.
Berdasarkan audit BPK, ada kendaraan yang tidak beroperasi namun tetap menerima BBM, bahkan penggunaan dokumen pertanggungjawaban terkesan fiktif. Ini bukan sekadar pelanggaran administratif, ini sudah masuk ranah tindak pidana yang bisa dikategorikan sebagai penyalahgunaan wewenang dan berpotensi korupsi,” ujar Rizwan kepada media, kamis (6/6/2025).
Rizwan menegaskan bahwa Pasal 3 UU No. 17 Tahun 2003 menyebutkan bahwa keuangan negara harus dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab. Selain itu, Pasal 59 ayat (1) UU No. 1 Tahun 2004 menegaskan bahwa setiap pengeluaran negara harus didukung bukti yang lengkap dan sah.
Bahkan berdasarkan fakta BBM diberikan kepada kendaraan yang tidak jalan. sehingga pengemudi tidak bisa menunjukkan struk BBM yang sah. Ini sudah menyalahi Pasal 59 dan 60 UU Perbendaharaan Negara. Belum lagi kerugian daerah dari potensi retribusi yang tidak ditarik sesuai Perda. Kita tidak bisa diam melihat ini. Harus ada penegakan hukum, baik secara administrasi maupun pidana,” Ungkapnya.
Dalam laporan BPK, disebutkan bahwa:
kelebihan pembayaran BBM akibat kendaraan tidak beroperasi namun tetap menerima alokasi BBM: Rp1,04 miliar Pertanggungjawaban BBM fiktif (tidak sesuai realisasi pembelian): Rp596 juta
Bahkan potensi retribusi kebersihan pasar yang tidak tertagih: Rp505 juta melalui pembayaran pengangkutan sampah di luar sistem keuangan resmi daerah: Rp30 juta lebih
Rizwan juga meminta agar Wali Kota Bogor segera menindaklanjuti rekomendasi BPK, dan mendorong aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas dugaan penyimpangan yang terjadi” tuturnya.
( Tim )






