Indocorners.com|, Tanah Datar – Kejaksaan Negeri Batusangkar bersama Pemerintah Kabupaten Tanah Datar melakukan Penandatanganan Perjanjian Kerjasama dalam Penerapan Pidana Sosial Bagi Pelaku Tindak Pidana, Senin, (1/12/2025) di Indojolito Batusangkar.
Penandatanganan yang dilaksanakan bersamaan dengan Pemerintah Provinsi dan seluruh Kabupaten/Kota se Sumatera Barat, dilaksanakan oleh Kepala Kejaksaan Negeri Batusangkar Anggiat A.P Pardede bersama Bupati Tanah Datar Eka Putra, turut disaksikan Dandim 0307 Tanah Datar, Kepala Pengadilan Negeri Batusangkar, Sekda Tanah Datar, Asisten Administrasi Umum dan undangan lainnya.
Adapun maksud dari Perjanjian Kerja Sama ini adalah untuk membangun kerja sama dan koordinasi yang efektif antara Kejaksaan Negeri bersama Pemkab Tanah Datar dalam hal pelaksanaan pidana kerja sosial bagi pelaku tindak pidana, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sedangkan, Tujuan Perjanjian Kerja Sama ini adalah, Mewujudkan penerapan pidana kerja sosial secara konsisten, terukur, dan manusiawi bagi pelaku pidana sesuai prinsip keadilan.
Kemudian, untuk meningkatkan koordinasi dalam pelaksanaan dan pengawasan pidana kerja sosial, serta Mengoptimalkan peran lembaga sosial dan masyarakat sebagai mitra dalam pelaksanaan pidana kerja sosial agar berdampak positif bagi masyarakat dan pelaku tindak pidana.
Dan juga untuk menumbuhkan kesadaran hukum dan tanggung jawab sosial bagi pelaku tindak pidana melalui keterlibatan langsung dalam kegiatan sosial yang bermanfaat bagi masyarakat.
Adapun Landasan utama penerapan pidana kerja sosial adalah UU No. 1 Tahun 2023, khususnya Pasal 85, yang menyebutkan bahwa pidana kerja sosial dapat dijatuhkan untuk tindak pidana tertentu yang diancam pidana penjara kurang dari 5 tahun atau denda paling banyak kategori II.
Dengan terbitnya Undang Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP Nasional), merupakan suatu gebrakan perubahan dalam paradigma pemidanaan di Indonesia, berorientasi pada paradigma hukum pidana modern, yakni keadilan korektif yang ditujukan kepada pelaku, keadilan restoratif yang ditujukan kepada korban, dan keadilan rehabilitatif baik yang ditujukan kepada pelaku maupun korban.
KUHP lama merupakan warisan kolonial yang berasal dari Wetboek van Straftrecht voor Nederlandsch-Indie yang masih berorientasi pada keadilan retributif, yang berfokus pada pemberian hukuman yang setimpal kepada pelaku kejahatan sebagai pembalasan atas kesalahan yang telah dilakukannya.
Perbedaan tersebut terlihat jelas dalam pengaturan pidana pokok dalam KUHP Nasional dengan KUHP, dalam KUHP mengatur pidana pokok terdiri dari pidana mati, pidana penjara, pidana kurungan, pidana denda dan pidana tutupan.
Sedangkan dalam KUHP Nasional mengatur pidana pokok terdiri dari pidana penjara, pidana tutupan, pidana pengawasan, pidana denda, dan pidana kerja sosial.
Dengan adanya pergeseran paradigma yang ada, maka muncullah jenis pidana baru, yaitu pidana pengawasan dan pidana kerja sosial sebagai alternatif dari pidana penjara yang selama ini menjadi tujuan pemidanaan di Indonesia. (Dy)






