TRADISI LAMANG MALAMANG JIKA TIDAK ADA PENDOKUMENTASIAN DAN PELESTARIAN TRADISI TENTU SAJA KEDEPAN AKAN SEMAKIN TERGERUS MENJADI NOSTALGIA MASA LALU ORANG MINANGKABAU

Oleh : Pria Sakti / Yandi Piliang.

Indocorners.com l Makanan tradisional suatu daerah bisa menjadi cermin paradaban dan budaya suatu daerah. tetapi sebelumnya mohon maaf, sengaja saya tulis Minangkabau agar bersifat menyeluruh. walaupun faktanya tradisi malamang (saat ini) hanya terdapat di dua kecamatan saja di KABUPATEN TANAH DATAR (Tradisi tahunan) UNTUK SAAT INI yaitu di kecamatan Sungai Tarab dan kecamatan Lima kaum. Di kecamatan sungai Tarab itu sendiri tradisi malamang saat ini hanya ada dan masih populer di jorong KOTOHILIANG Nagari Sungai Tarab (kec Sungai Tarab). Kampung Halaman saya sendiri. Sekedar info.

Ok, kita lanjut membahas tradisi malamang.

Lamang adalah makanan khas masyarakat Minangkabau dari dahulunya yang terbuat dari beras puluik, santan, garam, juga tambahan bumbu lainnya dengan wadah dari talang (bambu) juga daun pisang sebagai pembalut memperindah tampilan lamang itu sendiri. Membuat lamang merupakan tradisi masyarakat Minangkabau sejak dahulu dan biasa disebut dengan tradisi malamang. Lamang dan tradisi malamang menarik dan perlu diketahui lebih jauh terutama keberadaannya dalam kehidupan masyarakat Minangkabau.

 

Tradisi malamang merupakan ekspresi masyarakat Minangkabau terhadap bentuk pemenuhan biologis dan hubungan sosial sesama mereka, baik dalam lingkup kerabat maupun masyarakat yang lebih luas. Adanya tradisi malamang semakin memperkuat ikatan kekerabatan, solidaritas dan simbol antara orang-orang yang sekerabat.

Artinya kira-kira seperti ini :

“makanan lamang (lemang), sebagai salah satu makanan tradisional, dan tradisi malamang terkait dengan folk culture nya yakni budaya Minangkabau”

Masyarakat Minangkabau, dikenal kaya dengan khasanah budaya yang ditandai dengan

banyaknya tradisi atau kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari. Beberapa jenis tradisi yang terdapat dalam kehidupan masyarakat Minangkabau seperti tradisi mairiak pada waktu panen padi, bararak pada waktu baralek (pesta pernikahan), balimau, malamang, babako, Sunat rasu diarak menggunakan alat kesenian seperti Talempong dan lain-lain.

 

Aneka tradisi itu pada umumnya perlu dipertanyakan keberadaannya pada masyarakat Minangkabau sekarang, karena sudah jarang dilaksanakan, dan bahkan oleh generasi muda saat ini ada yang tidak dikenal lagi. Kalaupun masih ada, boleh dikatakan tata cara pelaksanaannya tidak seperti dahulu lagi atau sudah mengalami perubahan.

 

Nah, Sebagai Putra Daerah Tanah Datar tentu saja saya sangat berharap kepada Bapak Bupati tanah datar, Niniak Mamak, cadiak pandai juga tokoh masyarakat Tanah Datar agar aneka tradisi Minangkabau yang mengandung nilai luhur ini seyogyanya tetap dapat dijaga dengan baik oleh masyarakat

Minangkabau sekarang ini. Sebab, salah satu tradisi yang telah berlangsung sejak dahulu ini di Minangkabau saya melihat mungkin juga anda para pembaca juga melihat sudah jarang

Kita temui pada masa sekarang ini, yakni tradisi malamang (membuat lamang). Lamang seperti yang saya sebutkan diatas yaitu : makanan dari ketan (puluik) yang dimasak bersama santan dan dikemas dalam wadah bambu, kemudian dimasak dengan perapian atau unggun yang sengaja dibuat untuk itu.

Makanan lamang (lemang) merupakan salah satu makanan tradisional khas masyarakat Minangkabau, disamping randang, katupek (ketupat) dan lainnya. Malamang adalah proses pembuatan yang harus dilakukan untuk membuat lamang, dan tradisi membuat lamang itu lazim disebut dengan tradisi malamang. Umumnya, dan masyarakat Pulau Sumatera pun mengenal makanan berupa lamang (lemang) ini.

Dahulu tradisi membuat lamang atau malamang dapat ditemui di seluruh wilayah Provinsi Sumatera Barat, baik di daerah seperti Solok, Payakumbuh, Agam maupun di daerah pesisir pantai seperti Padang, Pariaman, dan Pesisir Selatan. Tradisi malamang ini terdapat di juga di daerah lain yang dahulunya merupakan rantau Minangkabau seperti Tapak Tuan (Aceh), Mukomuko (Bengkulu), Kerinci (Jambi), Tebing Tinggi (Sumatera Utara) serta di Negeri Sembilan (Malaysia). Info dari perantau. temu bincang (red).

Keberadaan malamang pada daerah-daerah tersebut diperkirakan dibawa oleh orang Minangkabau pada masa dahulu yang merantau dan kemudian menetap disana secara turun temurun. Tradisi malamang (membuat lemang) itu biasanya mereka lakukan menjelang bulan Ramadhan, lebaran (Idul Fitri dan Idul Adha), peringatan Maulid Nabi, baralek (pesta pernikahan), perayaan hari kematian, dan lain sebagainya.

 

Hal itu mencerminkan bahwa, malamang tidak saja sebagai kebiasaan atau tradisi pada waktu-waktu tertentu oleh masyarakat Minangkabau, melainkan juga memiliki nilai ekonomis atau dimanfaatkan untuk pemenuhan kebutuhan keluarga juga.

Saya merasakan semarak tradisi malamang ini sangat terasa pada saat saya masih kecil dahulu (sekitar tahun 1985-1990-an) dimana saya melihat setiap rumah dikampung saya pada waktu itu membuat atau memasak lamang di halaman rumah secara bersama (tolong menolong). Kaum laki-laki dan perempuan akan bahu membahu membantu mulai dari penyiapan bahan, waktu pembakaran (memasak) hingga lamang itu siap untuk dimakan atau dihidangkan kepada tamu.

Bahkan sampai saat ini tradisi di kampung saya JORONG KOTOHILIANG  lamang masih dijadikan sebagai barang bawaan dari keluarga perempuan ke rumah keluarga laki-laki (manjalang), atau ketika seorang menantu perempuan berkunjung ke rumah mertuanya.

Rasa lamang yang enak menyebabkan lamang juga dijadikan makanan sampingan yang dikonsumsi setiap saat karena makanan ini juga diperjualbelikan secara bebas di Tanah Datar, tepatnya Pasar Batusangkar juga di Nagari Sungai Tarab Kampung saya sendiri dan juga di kecamatan Limokaum.

Nah, untuk di dua kecamatan ini keahlian masyarakat membuat lamang menjadi salah satu sumber mata pencaharian keluarga dengan menjualnya pada balai atau pakan (pasar tradisional) di daerah sekitarnya. Lamang sunga Tarab dan lamang Limokaum yang dijual oleh kaum wanita itu cukup dikenal dan diminati oleh para konsumen setiap hari di Kota Batusangkar.

Dan disamping itu untuk kabupaten lain di Sumatra barat, tepatnya di daerah Sintuk Toboh Gadang Kabupaten Padang Pariaman juga merupakan salah satu daerah yang masih menjadikan lamang sebagai makanan adat (tradisi) yang mesti ada pada acara-acara tertentu seperti Maulud Nabi, acara kematian, dan bulan malamang (menjelang bulan Ramadhan).

Berhubung Seiring dengan perkembangan zaman sekarang saya melihat masyarakat Minangkabau yang cenderung mengabaikan nilai-nilai tradisional nenek moyang sendiri. Yang mana pada akhirnya Tradisi malamang ikut termarjinalkan dan bahkan dilupakan oleh

masyarakat Minangkabau, ditandai dengan sudah sangat jarang ditemukanmasyarakat Minangkabau yang membuat lamang ketika bulan puasa datang, lebaran haji, perayaan maulud, dan lain-lain, dan dikategorikan sebagai tradisi yang hampir punah di Minangkabau. Memudarnya tradisi malamang ini tidak luput dari kecenderungan atau pergeseran pola pikir masyarakat sekarang yang ingin serba instan (mudah), dimana proses pembuatan lamang memang memerlukan waktu yang relatif lama, dan memerlukan tenaga ekstra.

 

Fakta bahwa tradisi malamang mulai dilupakan oleh masyarakat Minangkabau sekarang ini, tidak bisa terelakkan. Padahal, sebagai sebuah tradisi tentunya memiliki fungsi sosial dan nilai budaya yang patut dilestarikan dan dipedomani oleh generasi muda sekarang. Jika tidak

ada upaya pendokumentasian dan pelestarian, niscaya tradisi ini akan semakin tergerus menjadi nostalgia masa lalu orang Minangkabau.

 

Sehubungan dengan saya angkat tema tradisional malamang kepublik dengan berupa tulisan ini, berarti saya selaku penulis berusaha untuk menelusuri lebih jauh, lebih dalam dan mengetahui lebih jauh tentang tradisi malamang dalam kehidupan masyarakat Minangkabau. Sebab, menurut saya selaku penulis bahwa pengungkapan hal tersebut akan memberikan pemahaman yang lebih mendalam dan komprehensif tentang tradisi malamang dalam kehidupan masyarakat Minangkabau.

 

Perlunya kajian ini didasarkan pada pemikiran bahwa setiap masyarakat (suku bangsa),

sebagaimana diketahui, memiliki seperangkat aturan yang mengatur pola kehidupannya sehari-hari atau yang lazim dikenal sebagai kebudayaan. Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia.

Kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang didalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.

Kebudayaan dapat dipisahkan dalam tiga wujud yakni pengetahuan budaya (ide, gagasan), tingkah laku (aktifitas) dan budaya materi atau fisik. Ketiga wujud kebudayaan

itu pada dasarnya saling berkaitan dan merupakan perwujudan dari cipta karsa manusia sebagai makhluk budaya yang diwarisi dari generasi sebelumnya.

 

Oleh sebab itu saya mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Saya memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke

generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic.

Kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial,

religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.

Salah satu dari wujud kebudayaan itu yakni wujud tingkah laku (aktifitas), diantaranya tercermin dari aktifitas atau kebiasaan tradisional dalam setiap masyarakat yang diwariskan secara turun temurun, yang timbul dari konsepsi budaya masyarakat bersangkutan. Kebiasaan suatu masyarakat yang diwarisi dari generasi sebelumnya lazim juga disebut dengan tradisi (tradition). Secara umum, tradisi dianggap sebagai suatu kebiasaan dari kelompok masyarakat pendukung kebudayaan yang penyebaran dan pewarisannya secara turun temurun.(Rel)