Sukabumi – Indocorners.Com – Di era digital saat ini, akses internet telah menjadi fundamental bagi masyarakat, permintaan terhadap akses internet terus melonjak seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi dan digitalisasi. Namun, keberadaan Internet Service Provider (ISP) ilegal semakin marak.
Dalam hal teknologi, ISP ilegal sering dikenal sebagai RT/RW Net, merupakan penyedia layanan sambungan internet ke rumah-rumah atau fiber to the home (FTTH), seringkali menawarkan layanan dengan harga kompetitif. Namun, di balik harga yang menarik, terdapat risiko besar yang menyangkut keamanan data dan pelanggaran privasi pengguna.
Seiring meningkatnya eskalasi keberadaan ISP ilegal di wilayah Kabupaten Sukabumi, Ketua Lembaga LATAS, Fery Permana, S.H., M.H. menegaskan bahwa ISP ilegal merupakan penyedia layanan internet yang beroperasi tanpa izin resmi dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (KOMINFO).
_”Mereka tidak memenuhi standar kualitas dan keamanan yang telah ditetapkan, melakukan pemasangan kabel tidak sesuai standar, dan penyedia layanan internet yang beroperasi tanpa izin resmi dari pemerintah atau lembaga terkait,”_ katanya.
Dia menambahkan, selain itu, bahwa ISP ilegal tidak berkontribusi dalam bentuk pajak kepada negara. Hal ini tentu merugikan perekonomian dan penyedia layanan resmi yang telah berinvestasi dalam infrastruktur dan pengembangan kualitas layanan.
_”Penyelenggara jasa telekomunikasi harus mendapatkan izin dari Kemenkominfo melalui Online Single Submission (OSS), dan memenuhi kewajiban perpajakan. Badan usaha yang telah memiliki izin harus membayar PNBP, BHP, dan USO,”_ tambahnya.
Di satu sisi, risiko bagi konsumen tidak bisa diabaikan. Meskipun ISP ilegal menawarkan layanan dengan harga yang lebih terjangkau, konsumen perlu waspada. Layanan internet yang mereka sediakan seringkali berkualitas rendah, gangguan berkala, terputus-putus, Pengguna berisiko mengalami gangguan layanan yang sering dan menghadapi potensi pencurian data karena ISP legal tidak terikat pada syarat-syarat keamanan dan privasi yang ketat.
Melihat hal ini, kita bisa mereferensikan pada Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi yang telah diamandemen oleh Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 terkait penetapan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 mengenai Cipta Kerja, serta Pasal 55 Ayat 1 KUHP. Dari perspektif hukum, para pelaku usaha ilegal dapat dikenakan sanksi berupa hukuman 10 tahun penjara atau denda sebesar Rp 1,5 miliar.
Dengan pemahaman ini, penting bagi kita untuk lebih cermat dalam memilih penyedia layanan internet agar tidak terjebak dalam praktik ilegal yang bisa merugikan. ( Tim )






