Indocorners.com l Sumbar, Bukankah media sosial terbukti ampuh. Presiden Jokowi saja merespons langsung apa yang diviralkan tiktoker Bima Yudho Saputro atas infrastruktur jalan di Lampung. Orang nomor satu di Indonesia ini menjajal sendiri jalan-jalan rusak bak kubangan kerbau itu dengan mobil kepresidenan pada Jumat (5/5).
Padahal sebelumnya pengiat media sosial Bima Yudho Saputro yang kini masih kuliah di Australia telah dipolisikan. Bahkan keluarganya terancam. “Bokap gue diancam loh, masa kayak begini banget sih? Gue cuma mau ngritik doang, loh. Cuma mau ngasih kritikan,” tutur Bima Yudho dalam videonya, Sabtu (15/4/2023).
Usai viral kasusnya, Bima yang merasa terancam hukuman justru mendapatkan dukungan dari anggota DPR. Bahkan sejumlah pengacara terkemuka di Jakarta dan LBH Lampung menjanjikan pendampingan dan pembelaan hukum. Demikian pula para penggiat media sosial bersiap mendukungnya. Namun kasusnya telah dihentikan. Polisi menegaskan tidak menemukan tindak pidana.
Belajarlah!
Yang pasti apa yang dilakukan penggiat media sosial sejauh kontennya fakta dan data, bukan berita hoaks tak seharusnya dipersoalkan sebagai tindak pidana. Tapi harus dipahami sebagai kebebasan berpendapat, sebuah kebebasan paling asasi dari hak asasi manusia (HAM) yang dijamin oleh konstitusi. Negara wajib untuk memenuhi dan melindungi hak tersebut.
Kebebasan itu jelas telah tercantum dalam Pasal 28 dan Pasal 28E ayat (3) UUD RI Tahun 1945 yang menyatakan, setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat. Selain bisa juga ditemukan dalam Undang-undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia serta Konvensi Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and Political Rights).
Jangan melawan!
Jika kritik terhadap pengambil kebijakan dianggap sebagai pelanggaran pidana atasnama UU ITE lambat laun negeri ini bisa berubah otoritarian yang sangat kontras dengan demokrasi. Dalam politik otoritarian penguasa sangat tidak berkenan dengan adanya derajat kebebasan individu.
Apalagi ketika kecanggihan teknologi dan dunia digital menjadi mata dan telinga publik yang dalam perkembangannya juga menjadi alat kontrol seluruh peristiwa sosial-politik, ekonomi, budaya dan bidang kehidupan lainnya. Bukan hanya menyebar lokalan sebuah daerah, nasional juga berjaringan dunia.
Pertimbangkan kembali kekuatan media sosial karena menurut laporan We Are Social dan Hootsuite, jumlah penggunanya telah mencapai 5,07 miliar orang pada Oktober 2022. Atau 63,45% dari populasi global yang totalnya 7,99 miliar orang.
Jumlah pengguna internet global pada Oktober 2022 meningkat 3,89% dibanding periode sama tahun lalu (year-on-year/yoy), yang masih 4,88 miliar orang pada Oktober 2021. Sebagian besar pengguna internet global atau 92,1% menggunakan ponsel untuk online.
Gubernur Lampung atau Gubernur lainnya dan siapapun mesti mengetahui kalau ponsel kini menyumbang lebih dari 55% waktu online serta menyumbang hampir 60% dari lalu lintas web dunia. Jadi, Bersiaplah dengan kritik. Jangan lagi berleha-leha. Tak ada waktu untuk istirahat jika berniat melayani.
Please share and not to copy and paste.
Ttd : Yandi Piliang.